BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Remaja adalah suatu
periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, jadi pada
masa remaja ini manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat
juga disebut sebagai anak-anak. Usia remaja biasanya dimulai saat laki-laki
atau perempuan berusia 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Masa remaja bermula pada
perubahan fisik yang yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang
dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual
seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya
suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat
menonjol dan lebih suka menghabiskan waktu diluar waktu berkumpul bersama
keluarga. Perubahan-perubahan
fisik ini akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan
antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik
masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi.
Masalah gizi pada remaja
akan menimbulkan dampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya
penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR (Bayi Berat
Lahir Rendah), penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah membuktikan
banyak sekali remaja yang mengalami masalah gizi, masalah tersebut antara lain
Anemia (berkisar 40%) dan IMT kurang dari batas normal atau
kurus (berkisar 30%). Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal ini terjadi,
tetapi dengan mengetahui faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi hal ini dapat
membantu upaya penanggulangannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, kami bertujuan untuk
membahas lebih lanjut tentang “Peran Zat Gizi Pada Usia Remaja”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
tujuan pemberian nutrisi terhadap remaja?
b. Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan nutrisi?
c. Bagaimana
keadaan gizi usia remaja?
d. Bagaimana
kebutuhan akan zat gizi pada remaja?
e. Apa
akibat dari kekurangan gizi pada usia remaja?
f. Bagaimana
cara mengatasi masalah nutrisi pada usia remaja?
g. Bagaimana
cara perhitungan energy?
1.3 Tujuan
1. Untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengajar ilmu dasar keperawatan lima
2. Untuk
mengetahui dan menambah wawasan mengenai peran zat gizi untuk usia remaja
1.4 Manfaat
Mengetahui
bagaimana peran zat gizi untuk usia remaja.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gizi
Gizi adalah suatu
proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Makan makanan yang
beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam
yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik
kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa
disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga,
pembangun dan zat pengatur.
Apabila terjadi
kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis
makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi
makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber
zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Makanan sumber zat
tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu,
roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat
menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat
pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung
berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ-organ tubuh.
2.2 Tujuan
Pemberian Gizi Pada Remaja
Nutrisi yang tepat itu sangat penting untuk
menjaga kesehatan anak remaja, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan
normal. Pola makan yang sehat juga membantu para remaja untuk berpartisipasi
lebih aktif disekolah dan beraktivitas fisik. Pada beberapa tahun belakangan
ini, telah terjadi penurunan status nutrisi dan kesehatan pada remaja. Hasil
survey menunjukkan bahwa setidaknya 18% anak-anak dan remaja yang berusia 6 -
10 tahun kelebihan berat badan, dan setidaknya 11% remaja mengalami obesitas.
Ditahun 2000, lebih dari 16% populasi yang
berusia dibawah 18 tahun hidup dalam kemiskinan, dan sebagai akibatnya,
seringkali mereka tidak mendapat nutrisi yang cukup. Banyak remaja yang
mengkonsumsi kalori lebih dari yang mereka butuhkan, namun tidak mendapat
jumlah nutrisi harian yang cukup seperti yang direkomendasikan. Salah satu
keprihatinan utama mengenai anak dan remaja adalah level kalsium, potassium,
serat, magnesium, dan vitamin E yang kurang dalam diet mereka.
Pola makan yang tidak sehat akan mengarah
pada status nutrisi yang buruk dan bisa mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan remaja. Penyebab ini dirangking sebagai penyebab ketiga terbesar
dari berbagai penyakit kronis yang mempengaruhi sekitar 5% gadis remaja.
Penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan
dan nutrisi pada remaja bukan cuma bisa mempengaruhi berat badannya, namun juga
kesehatannya dimasa-masa yang akan datang. Sebagai contoh, kekurangan kalsium
pada usia remaja bisa memperbesar resiko osteoporosis saat mereka dewasa. Yang
terakhir, nutrisi pada remaja itu penting karena sebagian remaja punya masalah
kesehatan yang membutuhkan diet khusus.
Diabetes type 1, atau juvenile diabetes, di
diagnosa pada sebanyak 13.000 anak dalam satu tahun, seringkali selama mereka
masih berusia remaja. Hal ini membutuhkan pengontrolan faktor-faktor diet dan
gaya hidup yang bisa jadi cukup sulit untuk remaja yang sibuk. Yang
mengejutkan, peningkatan dalam obesitas berarti bahwa diabetes type 2, yang
dimasa lalu hanya di alami oleh orang dewasa, saat ini frekuensinya juga
semakin meningkat pada remaja.
Jadi tujuannya adalah untuk memperbaiki
keadaan gizi remaja serta mengembangkan ilmu gizi dan memupuk kesadaran gizi
bagi remaja. Sehingga akan menyadari bahwa makanan yang cukup diperlukan oleh
tubuh, cukup dalam memilih makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh, sehingga
dalam kebiasaan makan sehat.
2.3 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keadaan Nutrisi
Gizi
berasal dari bahasa Arab yaitu algizzai yang artinya sari pati makanan. Pola
makan seimbang memenuhi kebutuhan tersebut. Susu dikonsumsi sebagai
penyempurna. Pada dasarnya masalah gizi pada remaja timbul karena perilaku gizi
yang salah, yaitu ketidak seimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi
yang dianjurkan. Keadaan gizi
atau status gizi merupakan
gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu cukup lama.
Keadaan gizi dapat berupa
gizi kurang, gizi baik atau normal, maupun gizi lebih.
Kekurangan salah satu zat gizi dapat
menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi, dan bila kekurangan dalam
batas marginal dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau
menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya, kekurangan vitamin B1 dapat
menyebabkan badan cepat merasa lelah. Kekurangan zat besi dapat menurunkan
prestasi kerja dan prestasi belajar, selain turunnya ketahanan tubuh terhadap
penyakit infeksi.
Sedangkan kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan terjadinya buta senja dan turunnya ketahanan tubuh
terhadap penyakit infeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
keadaan nutrisi usia sekolah dan remaja:
1. Psikologis.
2. Lingkungan sekolah.
3. Konsumsi makanan tidak cukup.
4. Pilihan terhadap makanan.
5. Tidak ada nafsu makan.
2.4 Keadaan
Gizi Remaja Saat Ini
Cukup banyak masalah yang berdampak negative
terhadap kesehatan dan gizi remaja. Di samping penyakit atau kondisi yang
terbawa sejak lahir, penyalahgunaan obat, kecanduan alcohol dan rokok, serta
hubungan seksual terlalu dini, terbukti menambah beban para remaja. Dalam
beberapa hal masalah gizi remaja serupa, atau merupakan kelanjutan dari masalah
gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan kekuranga
berat badan. Masalah ini berpangkal pada “kegemaran
yang tidak lazim, lupa makan, dan hamil”. Yang sedikit berbeda adalah cara
mengenai masalah tersebut.
Survei terhadap mahasiswi kedokteran di
Prancis, misalkan, membuktikan 16% mahasiswi kehabisan cadangan besi, sementara
75% menderita kekurangan. Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di Kairo
menunjukan asupan besi sebagian besar remaja wanita tidak mencukupi kebutuhan
harian yang dianjurkan. Di Negara yag sedang berkembang, ekitar 27% remaja
laki-laki dan 26% remaja wanita menderita anemia; sementara di Negara maju
angka tersebut hanya berada pada bilangan 5% dan 7%. Secara garis besar,
sebanyak 44% wanita di Negara berkembang (10 negara di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia) mengalami anemia kekurangan besi, sementara wanita hamil lebih besar
lagi, yaitu 55%.
Salah satu masalah serius yang menghantui
dunia kini adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan di iklan
televise, secara berlebihan. Makanan ini, meski dala iklan diklaim kaya akan
vitamin dan mineral, sering terlalu banyak gula serta lemak, di samping zat
adiptif. Konsumsi makanan sejenis ini secara berlebihan dapat berakibat
kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat ini
menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini.
Ada 3 alasan mengapa remaja diaktegorikan rentan:
1. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh
memerlukan energy dan zat gizi yang lebih banyak.
2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan
menuntut penyesuaian masukan energy dan zat gizi.
3. Kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga,
kecanduan alcohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energy dan zat gizi, di
samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya
mengalami obesitas.
Hampir 50% remaja (Daniel, 1977) terutama remaja yang lebih tua, tidak
sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%) yang meyakini
jika sarapan memang penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur hanya
60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih
kudapan. Sebagian besar kudapan bukan hanya kalori, tetapi sedikit sekali
mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan.
“Makanan Sampah” (junk food) kini semakin digemari oleh remaja, baik hanya
sebagai kudapan maupun “makan besar”. Disebut makanan sampah karena sangat
sedikit (bahkan ada yang tidak sama sekali) mengandung kalsium, besi,
riboflavin, asam folat, vitamin A dan C; sementara kandungan lemak jenuh,
kolesterol, daN natrium tinggi. Proporsi lemak sebagai penyedia kalori lebih
dari 50% total kalori yang
terkandung dalam makanan itu.
Masalah lain yang mungkin dapat memengaruhi gizi ialah anoreksia.
Kelainan ini pada umumnya diderita oleh remaja putri, terbanyak pada usia 14
dan 18, karena “kegilaan” mereka hendak melangsingkan badan. Penderita kelainan
ini meningkat terus dari tahun ke tahun. Gambaran khasnya ialah kehilangan
nafsu makan yang berat dan parah yang disertai oleh amenore kronis. Anoreksia
terkait dengan penyusutan berat badan serta gangguan ovarium.
2.5 Kebutuhan
Akan Zat Gizi Pada Usia Remaja
Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja
secara umum didasarkan pada Recommended
Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan
perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi remaja
kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi.
Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang
diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta
psikososial.
Banyaknya energy yang dibutuhkan remaja dapat
diacu pada table RDA. Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak
energy ketimbang remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putera membutuhkan
sekitar 3.470 kkal per hari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun.
Kebutuhan remaja putri memuncak pada usai 12 tahun (2.550 kkal), kemudian
menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada
stadium perkembangan fisiologis, bukan usia kronologis. Wait dkk. Menganjurkan
penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penentu kebutuhan akan energy yang
lebih baik. Perkiraan energy untuk remaja putera berusia 11-18 tahun yaitu
13-23 kkal/cm, sementara remaja putri dengan usia yang sama yaitu 10-19
kkal/cm.
Perhitungan besarnya kebutuhan akan protein
berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia kronologis. Untuk remaja putera,
kisaran besarnya kebutuhan ini ialah 0.29-0.32 g/cm tinggi badan. Sementara
remaja putri hanya 0.27-0.29 g/cm. Kebutuhan akan semua jenis mineral juga
meningkat. Penigkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena
kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Asupan
kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (praremaja) sampai 1.200 mg remaja.
Peningkatan kebutuhan energy dan zat gizi
sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan semasa bayi dan anak.
Asupan thiamin, riboflavin, dan niacin harus ditambah sejajar dengan
pertambahan energy. Vitamin ini diketahui berperan dalam proses pelepasan
energy dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan
pertambahan asupan vitamin B6, B12 dan asam folat. Ketiga jenis vitamin ini
berperan dalam sintesis RNA dan DNA. Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru
tidak cepat rusak, asupan vitamin A, C, dan E juga perlu ditingkatkan disamping
vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C
dalam serum remaja cukup rendah (Dep. Perranian AS, Guenter dkk, 1986),
terutama mereka yang mematangkan sayur dan buah serta perokok.
2.6 Akibat
Kekurangan Gizi Pada Usia Remaja
Remaja putri rentan
mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh kembang yang kedua kurang
asupan zat gizi karena pola makan yang salah, pengaruh dari lingkungan
pergaulan (ingin langsing). Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai
status gizi yang optimal (kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proporsional).
Kurang zat besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (zinc), sering
sakit-sakitan. Dari kedua masalah status gizi remaja putri tersebut, diperlukan
upaya peningkatan status gizinya, karena remaja putri membutuhkan zat gizi
untuk tumbuh kembang yang optimal dan remaja putri perlu suplementasi gizi guna
meningkatkan status gizi dan kesehatannya.
Kurus merupakan masalah
gizi yang umumnya lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan. “Kurus itu
indah”, kata mereka dan sering merupakan moto bagi remaja perempuan. Body image
kurus itu indah dan cantik, merupakan salah satu penyebab anorexia nervosa dan
bulimia (keduanya merupakan keadaan buruk akibat ingin kurus, sehingga menolak
makan atau memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan), khususnya remaja
perempuan. Masa remaja merupakan masa yang sangat “rentan”.
Peningkatan kadar hormon
estrogen dan progesterone pada remaja serta hormon testosteron pada remaja pria
terjadi dengan pesat pada masa ini. Jika tidak diimbangi dengan perawatan tubuh
yang baik, terutama kebersihan badan dan asupan nutrisi yang baik, peningkatan
kadar hormon tersebut bisa mengakibatkan munculnya jerawat yang sering kali
mengganggu penampilan. Hal ini terjadi akibat kurangnya mengkonsumsi Vitamin A,
C, dan E yang banyak terdapat pada bit, sayur-sayuran, buah-buahan.
Dan sering makan makanan
gula dan makanan kaya akan asam lemak seperti susu, mentega, minyak nabati.
Disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang kaya serat. Remaja yang tak
memperoleh cukup gizi yang biasa didapati pada buah-buahan dan ikan lebih rentan
terhadap kondisi paru-paru yang dibawah normal, sakit asma, batuk dan sesak
nafas. Remaja dengan asupan dan terutama vitamin C paling rendah memiliki
paru-paru yang lebih lemah dibandingkan dengan yang lain. Remaja yang kurang
mengkonsumsi vitamin E, yang terdapat pada minyak nabati dan kacang, lebih
mungkin untuk terserang asma. Remaja yang mengkonsumsi kurang banyak buah dan
lebih sedikit asam lemak omega-3 lebih mungkin untuk terserang asma dan
gangguan pernafasan seperti tersengal-sengal.
Salah satu masalah gizi
remaja yang berkaitan langsung dengan AKI adalah anemia gizi. Anemia,
dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi makanan sehari-hari yang kurang mengandung
zat besi, selain faktor infeksi sebagai pemicunya. Anemia, terjadi pula karena peningkatan
kebutuhan pada tubuh seseorang seperti pada saat menstruasi, kehamilan, melahirkan,
sementara zat besi yang masuk sedikit.
2.7 Cara
Mengatasi Masalah Nutrisi Pada Usia Remaja
Peran
pemerintah untuk program gizi masyarakat dengan tujuan penanggulangan masalah
gizi sudah banyak yang diluncurkan, antara lain:
a. Program Edukasi Gizi
Upaya-upaya pendidikan gizi pada remaja lebih efektif
dilakukan di sekolah, khususnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), karena pada masa ini remaja mengalami pertumbuhan
cepat (growth spurt) setelah pertumbuhan pada masa balita.
b. Program Suplementasi Gizi
Suplementasi adalah penambahan satu atau lebih unsur pada
keadaan yang biasa terjadi. Suplementasi gizi adalah satu atau lebih zat gizi
yang ditambahkan ke konsumsi makanan sehari-hari dengan harapan terpenuhi
kebutuhan gizinya.
Contoh: melalui pemberian makanan maupun produk zat gizi
seperti pil besi dan
vitamin A.
c. Program Fortifikasi Bahan Makanan
Fortifikasi
adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan makanan dengan tujuan agar
masyarakat terhindar dari defisiensi (kekurangan) zat gizi tersebut. Biasanya,
zat gizi yang ditambahkan adalah zat gizi mikro yang masih menjadi masalah di
Negara bersangkutan atau berisiko untuk menjadi masalah jika tidak dilakukan
fortifikasi pada bahan makanan tersebut.
Contoh: Umumnya bahan
makanan itu adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dan iodium pada garam ataupun fortifikasi besi
pada tepung.
2.8 Perhitungan
energy
Dasar perhitungan kebutuhan energi
a. Kandungan
energy dalam makanan
Muatan energy di
dalam makanan bergantung terutama pada kandungan protein, lemak, karbohidrat
dan alkoholnya. Komponen organic lain seperti (asam organic) menyumbang hanya
sejumlah kecil energy dibandingkan sebagian besar makanan. Air tidak mengundang
energy, melainkan bertindak hanya sebagai zat pelarut. Karena itu,
keterkandungan air di dalam makanan akan memengaruhi kadar atau kepadatan
kandungan energy makanan tesebut.
Jumlah energy dalam
makanan atau zat gizi, dapat ditentukan dengan jalan membakar makanan tersebut
di dalam bom calorimeter. Panas yang kemudian dihasilkan diukur. Tiap jenis
makanan akan mengeluarkan sejumlah energy tertentu jika dibakar atau
dimetabolisasi oleh tubuh. Jumlah kalori yang kemudian dihasilkan bergantung
pada komposisi makanan tersebut (protein, karbohidrat, dan lemak). Besarnya
panas yang dihasilkan oleh tiap gram sampel protein, karbohidrat, dan lemak
murni berturut-turut adalah 5.65; 4.10; dan 9.45 kkal (sementara alcohol 7.10
kkal).
Makanan yang telah
dikonsumsi tidak seluruhnya dapat dicerna dan diserap dengan sempurna. Karena
itu penting sekali diketahui besaran ketercernaan makanan tersebut. Pada
keadaan normal, keterserapan protein, lemak, dan karbohidrat berturut-turut
sebesar 92%, 95%, dan 96%.
b. Kandungan
energy total di dalam tubuh
Kandungan energy di
dalam tubuh bergantung pada ukuran dan komposisi tubuh, dan dapat dihitung
berdasarkan ke dua hal tersebut. Contohnya, komposisi tubuh kimia laki-laki
yang mempunyai berat badan normal 65 kg adalah kira-kira 11 kg protein, 9 kg lemak, 1 kg karbohidrat, 40 kg air, dan 4 kg
mineral. Air dan mineral tidak mengandung energy.
Kandungan energy
tubuh total dapat dihitung menjadi 150.000 kkal. Lebih kurang setengah dari
jumlah ini berada dalam struktur protein penting dalam tubuh, sementara sisanya
(sebagian besar lemak) merupakan cadangan yang jika diperlukan dapat
dimobilisasi. Pada penderita obese, cadangan ini sangat besar. Begitu pula
sebaliknya, pada orang kurus jumlah tersebut kecil.
c. Kebutuhan
ebergi
Kebutuhan energy orang
yang sehat dapat diartikan sebagai tingkat asupan energy yang dapat
dimobilisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan keluaran energy, ditambah
dengan kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan, kehamilan dan penyusuan yaitu
energy makanan yang diperlukan untuk memelihara keadaan yang telah baik.
d. Basal
Metabolic Rate (BMR)
Komponen terbesar
dari keluaran energy harian adalah BMR. BMR merupakan pengekspresian sejumlah
kalori (kilokalori) yang dikeluarkan oleh tubuh per meter persegi luas
permukaan tubuh setiap jam (kal/jam/m2).
Laju metabolisme
basal ini dapat diukur dengan calorimeter tak langsung, dan diartikan sebagai
energy yang dikeluarkan oleh seseorang setelah 12-14 jam berpuasa (biasanya
sepanjang malam) sementara secara mental dan fisik beristirahat pada lingkungan
bersuhu netral. BMR sering diambil untuk mewakili tingkat minimal keluaran
enrgi tiap hari, meski telah diketahui BMR bukanlah nilai yang baku, dan bahwa
energy yang keluar selama tidur jatuh dibawah tingkat BMR.
Banyak factor (terbagi menjadi dua):
-
Faktor primer antara lain luas permukaan tubuh, jenis
kelamin, usia, komposisi tubuh, keaktifan kelenjar penghasil hormon (tiroid,
insulin, glucagon, hormone pertumbuhan, prolactin, dan MSH), serta kehamilan.
-
Faktor sekunder yang berpengaruh adalah status gizi, tidur,
demam, dan kegiatan.
cara
menghitung BMR:
cara perhitungan menggnakan factor koreksi.
Dengan cara ini, BMR diperkirakan melalui perkalian “factor” (0.9-1.0) dengan berat badan selama 24 jam. Dengan
demikian, BMR untuk wanita 0.9 x BB (kg)
x 24 jam; dan laki-laki 1.0 x BB
(kg) x 24 jam. Jika seorang laki-laki, misalkan, mempunyai berat badan 60 kg;
maka BMR laki-laki itu selama 24 jam ialah:
1
x 60 x 24 = 1440 kkal (bandingkan
dengan hasil yang diperoleh jika digunakan rumus Harris-Bennedict).
Table Rumus Harris-Bennedict
BMR =
66.42 + (13.75 BB) + (5 TB) – (6.78 U)
BMR =
655.1 + (9.65 BB) + (1.85 TB) – (4.68 U)
|
Keterangan:
BMR = Basal Metabolic Rate (kkal)
BB = Berat Badan (dalam kilogram).
berat yang digunakan bergantung pada
tujuan perhitungan energy ini, dapat berat
normal,
berat ideal, atau berat sekarang.
TB = Tinggi badan (dalam meter)
U =
Usia
Adapun hasil
perhitunga BMR dengan persamaan Harris-Bennedict, berdasarkan penelitian Daly,
dkk. (1985) berlebih 10-15%, sementara hasil riset Long dkk. (1979, 1980)
menunjukan bahwa kelebihan tersebut hanya sebesar 3%. Dengan demikian, hasil
perhitungan dengan persamaan ini harus dipotong sebanyak kelebihan tersebut
(sebagian besar literature menuliskan angka 10%).
Perhitungan Energi Remaja
Dalam
menentukan besaran kebutuhan akan kalori, penentuan usia ginekologik lebih
penting ketimbang usia kronologis. Sebab, pertmbuhan linear belum optimal
sebelum mencapai usia ginekologik 4-5 tahun. Usia ginekologik adalah jumlah
tahun yang dihabiskan setelah seorang wanita mengalami menstruasi pertama
(menarche). Pertambahan berat badan dari usia ginekologik selama 1-5 tahun
berturut-turut adalah 4.8 kg (tahun I), 2.8 kg (tahun II), 1.0 kg (tahun III),
dan), 0.8 kg (tahun IV-V).
Dengan
demikian jika seorang wanita baru sekali datang haid, dan kemudian hamil, maka
selama kehamilannya dia bukan saja harus menambah berat badan sebanyak 10-12
kg, tetapi juga harus ditambah dengan penambahan berat badan pada usia
ginekologik pertama; yaitu 3.8 kilogram (angka 3.8 diperoleh dari perkalian
9.5/12 x 4.8 kg; 9.5 adalah masa hamil jila dihitung dengan kalender bulanan,
dan angka 12 adalah jumlah bulan dalam setahun).
Bergantung pada berat badan dan tinggi badan
sebelum hamil, aturan pertambahan berat badan total selama hamil ialah:
1.
12.5-18
kg jika BMI < 19.8,
2.
11.5-16
jika BMI = 19.8-26.0,
3.
7-11.5
manakala BMI > 26-29.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Remaja
mempunyai kebutuhan nutrisi yang lebih, karena pada saat tersebut terjadi pertumbuhan
yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan
timbulnya pubertas. Pertumbuhan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan,
absorbsi, serta cara penggunaan zat gizi.
Kebutuhan
gizi pada remaja lebih tinggi daripada usia anak. Namun, kebutuhan gizi pada
remaja perempuan dan laki-laki akan jelas berbeda. Hal ini disebabkan oleh
adanya pertumbuhan yang pesat, kematangan seksual, perubahan komposisi tubuh,
mineralisasi tulang, dan perubahan aktifitas fisik.BKebutuhan nutrisi yang
meningkat pada masa remaja adalah energi, protein, kalsium, besi, dan zinc.
Peran
pemerintah untuk program gizi masyarakat dengan tujuan penanggulangan masalah
gizi sudah banyak yang diluncurkan, antara lain program edukasi gizi, program
suplementasi gizi melalui pemberian makanan maupun produk zat gizi seperti pil
besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti iodium pada garam
ataupun fortifikasi besi pada tepung.
3.2 SARAN
Suatu
tim interdisiplin akan lebih berhasil untuk menyelesaikan masalah remaja di
klinik karena pendekatan tersebut akan menguntungkan, Dengan cara tersebut
akan-memberikan pelayanan medik sebagai keseluruhan, yaitu dapat mensahkan dan
membenarkan adanya pemeriksaan psikologik, menghindari terjadinya masalah nutrisi
yang akan merusak kesehatan, mempermudah dalam memeriksa nutrisi remaja secara
komprehensif dan akan menyempurnakan hasil penelitian dengan dokumen dan
catatan medik yang ada. Tim spesialis yang perlu dibentuk adalah tim intervensi
krisis, tim kekerasan fisik dan seksual, tim nutrisi dan gangguan makan, tim
penyalahgunaan obat terlarang dan tim untuk menyelesaikan masalah stres dan
bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
http://indriana112.blogspot.co.id/
http://1001-diet.blogspot.co.id/2011/05/nutrisi-untuk-remaja.html
Arisman.
(2003).Gizi dalam Daur Kehidupan: Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar