Senin, 26 September 2016

SISTEM IMUNOLOGI

Assalamu'alaikum,,, hai guysssss mimin kali ini mau ngebahas tentang sistem imun nih.
ngomong2 kalian udah tau belum apa itu sistem imun??
kalo belummm yukk kita bahas sama-sama apa itu sistem imun, let's see......



Latar Belakang
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun.
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sistem imun adalah gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan oleh tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup
Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast.

 Pengantar Imunologi

Apa Itu Imunologi
·         Imunologi: Ilmu yang mempelajari tentang sistem imun tubuh
·         Sistem imun : Semua mekanisme yg digunakan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yg dpt ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup
·         Lingkungan: fisik, kimia, biologi
Macam Sistem Imun
·         Sistem imun alamiah/ non spesifik/ nature/ innate
·         Sistem imun didapat/ spesifik/ adaptif/ acquired
Sistem Imun Alamiah
·         Sifat non spesifik: artinya memberikan perlindungan kepada semua bahan/lingkungan yang mengancam tubuh
·         Didapat sejak lahir
·         Respon cepat artinya tidak perlu waktu untuk mengenal antigen
Dibedakan 3 macam:
1.)    Fisik
2.)    Larutan
3.)    Seluler
Macam Sistem Imun Alamiah
·         Fisik / Mekanik
·         Kulit
·         Selaput lender
·         Silia
·         Batuk
·         Bersin

Larutan
·         Biokimia: Asam lambung, Saliva, Cairan vagina
·         Humoral: Komplemen, Interferon, C-Reaktif Protein
Seluler
·         Fagosit: Leukosit (Neutrofil, Eosinofil, Monosit, Makrofag)
·         Sel Nol (Large Granular Lymphocyte): Natural Killer Cell (sel NK), Killer Cell (sel K)
·         Sel Mediator: Basofil, Mastosit, Trombosit

Sistem Imun Spesifik
·         Sifat spesifik: artinya memberikan perlindungan hanya kepada jenis antigen tertentu, tidak untuk yang lainya.
·         Diperoleh dengan jalan: imunisasi, sakit, atau dari ibu lewat plasenta, ASI
·         Untuk mendapatkanya perlu waktu, artinya tubuh perlu mengenal dulu antigen tersebut kemudian sel imun mengalami sensitifasi untuk memproduksi kekebalan
·         Kekebalan baru berfungsi, pada saat terpapar antigen yg kedua
Macam Sistem Imum Spesifik
·         Humoral: Limfosit B disebut juga sel B, berfungsi membentuk antibody
·         Seluler: Limfosit T disebut juga sel T, berfungsi membunuh virus, jamur, parasit, keganasan
·         Sistem Limfoid: Kel. Timus, Limpa, kel. Limfe (tonsil)
·         MALT (Mucosal Associated Lymphoid Tissue), banyak terdapt dalam saluran nafas, cerna, genital
·         SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue) banyak terdapat dalam Keratinoid, melanosid, sel Langerhans, kolagen
  
Antigen dan Antibody
Berbagai pathogen seperti bakteri, virus, jamur atau parasite mengandung berbagai bahan yang disebut imunogen atau antigen dan dapat menginduksi sejumlah respons imun. Antibody adalah bahan glikoprotein yang diproduksi sel B sebagai respons terhadap rangsangan imunogen. Dalam praktek antigen sering digunakan sebagai imunogen.

 Antigen
Secara spesifik imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya. Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibody dan atau TCR. Antigen lengkap adalah antigen yang menginduksi baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi respons imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibody. Hapten dapat dijadikan imunogen melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.
Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah dinitrofenol, berbagai golongan antibiotic dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel B, sedangkan protein pembawa oleh sel T. hapten membentuk epitope pada protein pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibody. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki imunisasi. Respon sel B terhadap hapten memerlukan protein pembawa untuk dapat dipresentasikan ke sel Th.
A.    Imunogenesitas dan Antigenesitas
Imunogenesitas dan antigenesitas mempunyai hubungan satu dengan lain tetapi berbeda dalam sifat imunologinya yang sering kali membingungkan. Imunogenesitas adalah kemampuan untuk menginduksi respons imun humoral atau selular.
Meskipun suatu bahan yang dapat menginduksi respons imun spesifik disebut antigen, tetapi lebih tepat disebut imunogen. Semua molekul dengan sifat imunogenesitas juga memiliki sifat antegenesitas, namun tidak demikian sebaliknya.

B.     Determinan Antigen – Epitop dan Paratop
Sel sistem imun tidak berinteraksi dengan atau mengenal seluruh molekul imunogen tetapi limfosit mengenal tempat khusus pada makromolekul yang disebut epitop atau determinan antigen. Sel B dan T mengenal berbagai epitope pada molekul antigen yang sama. Limfosit juga dapat berinteraksi dengan antigen yang kompleks pada berbagai tahap struktur antigen. Oleh karena sel Bmengikat antigen yang bebas dalam larutan, epitope yang dikenalnya cenderung mudah ditemukan di permukaan imunogen. Epitope sel T dari protein berbeda dalam peptide, biasanya berasal dari hasil cerna protein pathogen oleh enzim yang dikenal oleh TCR dalam kompleks dengan MHC.
Epitope atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibody, meginduksi pembentukan antibody yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibody atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitope yang masing-masing merangsang produksi antibody spesifik yang berbeda. Paratop ialah bagian dari antibody yang mengikat epitope atau TCR yang mengikat epitope pada antigen. Respons imun dapat terjadi terhadap semua golongan bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam nukleat.
Determinan antigen bereaksi dengan tempat spesifik yang mengikat antigen diregio yang variabel pada molekul antibody yang disebut paratop. Epitope dapat juga bereaksi dengan TCR yang spesifik. Molekul antigen tunggal dapat memiliki beberapa epitope. Epitope bereaksi dengan regio yang mengikat antibody ataU TCR. Regio antigen yang berikatan dengan MCH II disebut agretop.
Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul lebih dari 40.000 dalton dan kompleks polisakarida microbial. Glikolipid dan lipoprotein dapat juga bersifat imunogenik, tetapi tidak demikian halnya dengan lipid yang dimurnikan. Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogen dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal.

C.    Antibodi
Disamping fungsinya sebagai antibody, antibody juga dapat berfungsi sebagai protein imunogen yang baik, dapat memacu produksi antibody pada spesies lain atau autoantibodi pada pejamu sendiri. Autoantibodi terutama diproduksi terhadap IgM misalnya yang ditemukan pada AR dan disebut FR (factor rheumatoid).

D.    Mitogen – Petanda Fungsional
Mitogen dan lektin merupakan bahan alamiah yang mempunyai kemampuan mengikat dan merangsang banyak klon limfoid untuk poliferasi dan diferensiasi. Bahan-bahan tersebut merupakan activator poliklonal yang dapat mengaktifkan banyak klon limfosit, bukan hanya klon limfosit dengan spesifitas khusus. Glikoprotein (lektin) asal tanaman yaitu konkanavalin A (con A) dan PHA merupakan mitogen poten untuk sel T.

E.     Pembagian Antigen
Antigen dapat dibagi menurut epitope, spesifitasi, ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi:
1.)    Pembagian antigen menurut epitope
·         Unideterminan, univalent
Hanya satu jenis determinan/epitope pada satu molekul
·         Unideterminan, multivalent
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul
·         Multideterminan, univalent
Banyak epitope yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein)
·         Multideterminan, multivalent
Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul ang tinggi dan komplek secara kimiawi).
2.)    Pembagian antigen menurut spesifitas
·         Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
·         Xemoantigen, yang hanya dimilki spesies tertentu
·         Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
·         Antigen organ spesifik, yang hanya dimilki organ tertentu
·         Autoantigen, yang dimilki alat tubuh sendiri
3.)    Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
·         T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini.
·         T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibody. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dioecah didalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisa karoda, ficoll, dekstran, levan dan flagelin polimerik bakteri
4.)    Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
·         Hidarat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunognik. Glikoprotein yangmerupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun terutama pembentukan antibody. Contoh lain adalah respon imun yang ditimblkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.
·         Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid.
·         Asam nukleat
Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan LES.
·         Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalent.

F.     Superantigen
Superantigen adalah molekul yang merupakan pemacu respons imun protein, memiliki tepat-tempat untuk megikat reseptor sel dari dua sistem imun yaitu rantai β dan TCR dan rantai α atau β dari molekul MHC-II, tidak memerlukan pengolahan intraseluler oleh APC dan tidak terbatas pada alel MHC-II khusus. Superantigen merupakan molekul protein kecil, biasanya 22-30 kd yang diproduksi berbagai pathogen untuk manusia seperti ; Stafilokok aureus (enterotoksin dan toksin eksofoliatif), Stafilokok piogenes (eksotosin), pathogen negative – Gram (toksin Yersinia enterokolitika, Yersinia pseudotuberkolosis), virus (EBV, CMV, HIV, rabies) dan parasite ( Toksoplasma gondi). Mungkin lebih baik bila disebut supermitogen, oelh karena dapat memacu mitosis sel CD4+ tanpa bantuan APC.
Superantigen dapat merangsang sel T yang multiple terutama sel CD4+ yang menimbulkan penglepasan sejumlah besar sitokin. Superantigen dapat merangsang 10% sel CD4+ melalui ikatan dengan TCR dan timus dependen sehinga tidak memerlukan proses oleh fagosit. Superantigen tidak diikat melalui lekuk internal tempat antigen biasanya diikat untuk diproses, tetapi diikat oleh regio eksternal TCRαβ yang secara simultan berhubungan dengan molekul DP, DQ, dan DR (MHC) pada APC. Superantigen juga bereaksi dengan TCR multiple yang struktur perifernya sama.
Karena kemampuan berikatan secara unik, superantigen dapet mengaktifkan sejumlah besar sel T dan tidak tergatung dari spesifitas antigen. Sampai 20% dari semua sel T dalam darah dapat diaktifkan oleh satu molekul superantigen. Efek superantigen terhadap sel T terlihat setelah diikat TCR. Kualitas respons sel T lebih cepat dan besar berupa produksi sitokin seperti IL-2, IL-6, IL-8, TNF-α, IFN-γ, yang berperan dalam inflamasi, dan menimbulkan ekspansi massif sel T reaksi spesifik dan sindrom klinis berupa DIC dan kolaps vascular yang dikenal sebagai syok endotoksin, sindrom syok toksin atau septik terutama melalui TNF-α. Superantigen tealah digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan respons imun terhadap antigen dan imunisasi.
Melalui MHC-I dan TCR, superantigen mengarahkan sel Th untuk memberikan sinyal ke sel B, makrofag, sel dendritic dan sel sasaran lain.

G.    Aloantigen
Alloantigen adalah antigen yang ditemukan pada beberapa spesies tertentu Antara lain bahan golongan darah pada eritrosit dan antigen histokompatibel dalam jaringan tandur yang merangsang respons imun pada resipien yang tidak memilikinya.



H.    Toksin
Toksin adalah racun yang biasanya berupa imunogen dan merangsang pembentukan antibody yang disebut antitoksin dengan kemampuan untuk menetralkan efek merugikan dari toksin dengan mengganggu sintesanya.
Toksin dapat dibagi sebagai berikut :
·         Toksin bakteri, diproduksi oleh mikroorganisme penyebab tetanus, difteri, botulism dan gas gangrene, termasuk stafilokok.
·         Fitotoksin, toksin asal tumbuhan seprti risin dari minyak jarak, korotein dan abrin yang merupakan turunan biji likoris indian, Gerukia.
·         Zootoksin, bias yang berasal dari ular, laba-laba, kalajengking, lebah dan tawon.


Antibodi
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai bahan larutan tanpa sel. Bahan tersebut mengandung olekul antibody yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal dengan immunoglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologic. Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkanya ke sistem efektor pemusnahan.
Immunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari polifeasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Antibody yang terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka immunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin
α dan β.
Enzim papain memecah molekul antibody (dengan berat molekul 150.000 dalton) dalam fragmen masing-masing dari 45.000 dalton. Dua fragmen tetap memilki sifat antibody yang dapat mengikat antigen secara spesifik, bereaksi dengan determinan antigen serta hapten disebut Fab (fragmen antigen bindng) dan dianggap univalent. Fragmen ke 3 dapat dikristalkan dari larutan dan disebut Fc dan tidak dapat mengikat antigen. Fc menunjukan fungsi biologis sesudah antigen diikat oleh Fab. Semua molekul immunoglobulin mempunyai empat ranta polipeptida dasar yang terdiri atas dua rantai berat (heavy chain) dan dua rantai ringan (light chain) yang identic.
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis immunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD. Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga berat dan panjang rantai tersebut adalah dua kali rantai ringan. Molekul immunoglobulin memilki rumus bangun yang heterogen, meskipun hanya terdiri atas 4 unit polipeptida dasar.


A.    Immunoglobulin G
IgG merupakan komponen utama immunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/ml, merupakan 75% dari semua immunoglobulin. IgG ditemukan dalam berbagai cairan seperti darah, CSS dan juga urin.
·         IgG dapa menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan.
·         IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG memiliki memilki sifat opsonin yang efektif karena sel-sel fagosit, monosit, dan makrofag mempunyai reseptor untuk faksi Fc dari IgG (Fcγ-R) sehingga dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan struktur dasar antibody dapat dipelajari dengan cara kimiawi dan enzimatik. Fragme yang diproduksi oleh pencernaan enzimatik (pepsin atau papain) atau yang diikat oleh ikatan disulfida dengan markapto etanol. Unit dasar antibody yang terdiri atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identic, diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen.
Opsosnin dalam Bahasa Yunani berarti menyiapkan untuk dimakan. Selanjutnya proses opsonisasi tersebut dibantu oleh reseptor untuk komplemen pada permukaan fagosit.
IgG merupakan immunoglobulin terbanyak dalam darah, CSS dan peritoneal. IgG pada manusia terdiri atas 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4 yang berbeda dalam sifat dan aktivitas biologic.

B.     Immunoglobulin A
IgA dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan dalam air susu ibu yang lebih berupa IgA sekretori (sIgA) yang merupakan bagian terbanyak. Komponen sekretori melindungi IgA dari protease mamalia.
Fungsi IgA adalah sebagai berikut:
·         sIgA melindungi tubuh dari pathogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari pathogen potensial sehingga mencegah adherens dan kolonisasi pathogen tersebut dalam sel pejamu.
·         IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrophil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fcα (Fcα-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan dapat menetralisasi toksin. IgA diduga juga berperan pada imunitas cacing pita.
·         Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralkan toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran.
·         IgA dalam serum dapat mengaglutimasikan kuman, menggangu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis (opsonisasi) oleh sel polimorfonuklear.
·         IgA sendiri dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternative, tidak halnya seperti IgG dan IgM yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. IgA sekretori (sIgA) dalam bentuk polimerik menjadi stabil oleh ikatan polipeptida rantai J.
Molekul IgA yang polimerik dan rantai J dibentuk sel plasma didalam sel epitel lamina propria selaput lender (tidak oleh sel B). Pada saat IgA tersebut dilepas kedalam lumen saluran cerna. Sel epitel juga melepas bagian sekretori untuk membentuk sIgA yang terlindung dari pencernaan oleh enzim. Immunoglobulin dalam cairan lambung terdiri atas 80% IgA, 13% IgM, dan 7% IgG, yang semuanya berperan pada imunitas setempat.IgM juga dapat dilindungi bagian sekretori dengan berat molekul 70.000 dalton sehingga dapat berfungsi bila ada defisiensi sIgA.
Definisi sIgA sering disertai dengan adanya antibody terhadap antigen makanan dan inhalan pada alergi. Didalam air susu ibu ditemukan sIgA, di samping laktoferin, transferrin, lisozim, lipid, lactobacillus promoting faktor, fagosit dan limfosit yang berperan pada imunitas neonatus.
Kadar IgA yang tinggi dalam serum ditemukan pada infeksi kronik saluran napas dan cerna, seperti tiberkulosis, sirosis alkoholik, penyakit coeliac, colitis ulseratif dan peyakit Chrohn. Fungsi IgA serum dalam bentuk monomeric belum banyak diketahui. IgA terdiri atas 2 subkelas yaitu IgA1 (93%), dan IgA2 (7%). Bila produksi IgA pada permukaan mukosa diperhitungkan, maka IgA merupakan Ig terbanyak. Reseptor dengan afinitas tinggi untuk kelas IgA ditemukan padas makrofag dan sel PMN yang berperan dalam fagositosis.
C.    Immunoglobulin M
Nama M beraal dari makro-globulin dan berat molekul IgM adalah 900.000 dalton. IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan immunoglobulin terbesar. IgM merupakan Ig paling efisien dalam aktivitas komplemen (jalur klasik). Molekul-molekul IgM diikat oleh rantai J (joining chain) seperti halnya pada IgA. Kebanyakan sel B mengekspresikan IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respons imun primer terhadap kebanyakan antigen dibanding dengan IgG. IgM juga merupakan Ig yang pendominan diproduksi janin. Kadar IgM yang tinggi dalam darah umbilicus merupakan petunjuk adanya infeksi intrauterine. Bayi yang baru dilahirkan hanya mengandung IgM 10% dari kadar IgM dewasa, karena IgM ibu tidak dapat menembus plasenta. Janin umur 12 minggu sudah mulai membentuk IgM bila sel B-nya dirangsang oleh infeksi intrauterine, seperti sifilis kongenital, rubella, toksoplasmosis dan virus situmegalo. Kadar IgM anak akan mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun.
Kebanyaka antibody alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibody heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme pathogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen. Bila seorang anak diimunisasi terhadap produk bakteri seperti toksoid, akan diperlukan beberapa hari sebelum antibody ditemukan dalam darah. Dalam 2-3 hari setelah suntikan toksoid kedua kali, kadar antibody dalam darah meningkat tajam da mencapai kadar maksimum uag jauh lebih tinggi dibanding dengan respon primer. Respons sekunder ditandai oleh respon yang lebih cepat serta yang lebih banyak produksi antibody. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ekspansi sel memori akibat pemberian toksoiad pertama.
Hal yang khas terjadi pada respon sekunder: pembentukan immunoglobulin berlangsung lebih cepat dan untuk waktu yang lebih lama, immunoglobulin mencapai titer tinggi yang terutama terdiri atas IgG didahului oleh IgM.

D.    Immunoglobulin D
IgD ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. Hal tersebut mungkin disebakan oleh karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat rentan terhadap degradasi oleh proses proteolitik. IgD merupakan komponen permukaan utama sel B dan petanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang. IgD merupakan 1% dari total imunoglobulin dan ditemukan banyak pada membrane sel B besama IgM yang dapat berfungsi sebagai resepton antigen pada aktivitas sel B.
IgD tidak megikat komplemen, mempunyai aktivitas antibody terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nucleus. IgD juga diduga dapat mencegah terjadinya toleransi imun, tetapi mekanisenya belum jelas.

E.     Immunoglobulin E
IgE muda diikat oleh sel mast, basophil dan eosinophil yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE (Fc -R). IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lender saluran napas dan cerna. Alrgen yang diikat silang (cross-linking) oleh dua molekul IgE pada permukaan sel mast akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel. Hal itu menurunkan kadar adenosine monofosfat siklik (cAMP) intraselular yang menimbulkan degranulasi sel mast. Selain pada alergi, kadar IgE yang tinggi ditemukan pad infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis dan diduga berperan pada imunitas parasite.

F.     Superfamily Imunoglobulin
Berbagai struktur rantai berat dan ringan immunoglobulin memilki beberapa struktur sama terutama rantai berat dan ringan yang memilki struktur domain lekukan immunoglobulin.
Adanya struktur khas pada semua rantai berat dan ringan menunjukan bahwa gen yang menyandinya, berasal dari gen primordial yang sama, gen yang menyandi struktur dasar/polipeptida yang terdiri dari sekitar 10 asam amino. Sejumlah besar protein membrane telah ditemukan memilki satu atau lebih regio homoloh terhadap domain immunoglobulin. Masing-masing protein membrane tersebut dibagi sebagai superfamily immunoglobulin.
Disampin immunoglobulin sendiri superfamily immunoglobulin terdiri atas:
·         Heterodimer Ig-α/ Ig-β, bagian dari BCR
·         Reseptor poli Ig yang berperan dalam komponen sekretori IgA dan IgM
·         TCR
·         Protein asesori sel T seperti CD2, CD4, CD8, CD28 dan rantai α, δ,  dari CD3
·         Molekul MHC-I dan MHC-II
·         Mikroglobulin β2, protein invariant yang berhubungan dengan MHC-I,
·         Berbagai molekul adhesi seperti VCAM-1, ICAM-2 dan LFA-3
·         PDGF
Kebanyakan anggota superfamily immunoglobulin tidak mengikat antigen, jadi ciri struktur lekuk immunoglobulin yang banyak ditemukan pada protein membrane diduga mempunyai beberapa fungsi disamping mengikat antigen. Lekuk tersebut diduga memudahkan interaksi antara protein membrane.
G.    Fungsi Efektor Antibody-Transitosis
Imunitas humoral diperankan antibody yang dilepas sel plasma diorgan limfoid dan sumsum tulang, dan fungsi fisiologisnya adalah pertahanan terhadap mikroba ekstraselular dan toksinnya. Antibody berperan dalam sejumlah aktivitas biologis lain yang berakhir dalam eleminasi antigen dan kematian pathogen. Ada 4 fungsi efektor utama yaitu opsonisasi, aktivitas komplemen, ADCC dan proses transitosis atau menghantarkan melalui lapisan epitel. Tiga proses utama sudah banyak dijelaskan sebelumnya. Penghantaran antibody kepermukaan mukosa saluran napas, cerna, kemih dan asi memerlukan gerakan yang menembus lapisan epitel. Proses tersebut disebut transitosis.npada manusia dan tikus, IgA merupakan antibody utama yng terlibat dalam transitosis, tetapi juga IgM dapat dihantarkan kepermukaan mukosa. Transfer IgG dari ibu ke janin merupakan bentuk imunisasi pasif.

H.    Immunoglobulin Serebrospinal
Pada individu normal, immunoglobulin CSS berasal dari plasma melalui difusi sawar darah-otak. Jumlahnya tergantung dari kadarnya dalam serum dan permeabilitas sawar darah-otak. IgM biasanya tidak ditemukan oleh karena ukuran molekulnya yang besar dan kadarnya dalam plasma yang rendah. Namun dalam keadaan tertentu, seperti penyakit dengan demielinisasi dan infeksi SSP, immunoglobulin dapat diproduksi secara local.

I.       Efektor ADCC
IgG bekerja sama dengan imunitas nonspesifik, dapat merusak antigen sel melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitosolik yang disebut ADCC dengan sel NK, eosinophil, neutrophil, makrofag yang semuanya memilki Fcγ-R. Efek ADCC dapat menghancurkan sel tumor, agens infeksi dan sel alogenik melalui Fc-R, regio Fc dari IgG yang diikat regio Fab pada permukaan antigen sasaran. Ikatan Fc-R dan regio Fc, menimbulkan destruksi sel sasaran oleh penglepasan sitokin. ADCC merupakan contoh partisipasi molekul antibody untuk mengacu fungsi efektor sel nonspesifik.
ADCC pertama kali digambarkan pada sel NK yang memiliki Fcγ-R, Fcγ-RIII atau molekul CD16 untuk mengikat sel yang dilapisi antibody. IgG dalam plasma tidak mengaktifkan sel NK untuk mensitesis dan melepas granulnya dan sitokin seperti IFN-γ yang semuanya berperan dalam pembuahan sel. Sel NK merupakan efektor dari ADCC yang tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma. Peranan afektor ADCC ini juga penting pada penghancuran kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrophil dan eosinophil, berperan terhadap infestasi parasite. Kadar IgG meningkat pada infeksi kronis dan penyakit autoimun.
Melalui Fcγ-R yang dimilikinya, leukosit dapat mengikat antibody yang melapi sel dan menghancurkan sel tersebut melalui ADCC. Eosinophil berperan dalam ADCC terhadap cacing. Cacing terlalu besar untuk dimakan oleh fagosit dan cacing relative resisten terhadap produk mikrobisidal neutrophil dan makrofag. Eosinophil dapat membunuhnya dengan MBP yang ada dalam granulnya. IgE melapisi cacing, selanjutnya eosinophil mengikat IgE melalui Fcε-RI, diaktifkan oleh induksi sinyal dari Fcε-RI, dan melepas granulnya yang membunuh cacing.

J.      Pengalihan Kelas
IgM merupakan immunoglobulin yang pertama kali di produksi sebagai respon imun terhadap antigen yang diikuti pengalihan ke produksi IgG atau antibody kelas lain. Hal ini tergantung dari sinyal sel Th yang memerlukan ikatan dengan ligan CD40 (CD154) di permukaan sel T, dan dengan CD40 di sel B. Di samping itu sitokin yang diproduksi sel T berpengaru terhadap gen regio konstan yang menimbulkan pengalihan kelas Ig.
Sel Th2 memproduksi IL-4 yang menginduksi sel B untuk pengalihan ke produksi IgE. IL-5 yang juga diproduksi sel T menginduksi sel B untuk pengalihan ke produksi IgA. IFN-γ yang diproduksi sel Th1 menginduksi pengalihan ke produksi kelas IgG1 dan IgG3
Sel B yang dirangsang antigen akan berdiferensiasi menjadi sel yang mensekresi IgM aau atas pengaruh CD40L dan sitokin, beberapa sel B akan berdiferensiasi menjadi sel yang memproduksi berbagai kelas rantai berat Ig. Semua kelas dapat berfungsi untuk menetralisasi mikroba dan toksin.

K.    Interaksi Antara Antigen-Antibodi
Antigen adalah bahan yang dapat diikat secara spesifik oleh molekul antibody atau molekul reseptor pada sel T. Antibodi dapat mengenal hampir setiap molekul biologic sebagai antigen seperti hasil metabolic hidrat arang, lipid, hormone, makromolekul kompleks hidrat arang, fosfolipid, asam nukleat dan protein.
Pengenalan antigen oleh antibody melibakan ikatan nonkovalen dan reversible. Berbagai jenis interaksi nonkovalen dapat berperan pada ikatan antigen seperti factor elektrostatik, ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik dan lainnya. Kekuatan ikatan antara satu antibody dan epitope disebut afinitas antibody. Antigen polivalen mempunyai lebih dari satu determinan. Kekuatan ikatan antibody dengan epitope antigen keseluruhan disebut afiditas.
Antigen monovalent atau epitope masing-masing pada permukaan sel,akan berinteraksi dengan masing-masing ikatan tunggal molekul antibody. Meskipun afinitas interaksi tersebut dapat tinggi, aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila ditemukan banyak determinan yang cuku dekat pada permukaan sel, satu molekul IgG mengikat 2 epitop (interaksi bivalen dengan satu molekul IgG) yang menghasilkan aviditas lebih tinggi. IgM mempunyai 10 ikatan antigen identic yang secara teoritis dalam interaksi polivalen dapat mengikat secara simultan 10 determinan dengan aviditas sangat tinggi.
Antibody merupakan komponen imunitas didapat yang melindungi tubuh terhadap infeksi mkroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh karena itu interaksi antara antigen dan antibody sangat penting dan banyak digunakan in vitro untuk tujuan diagnostic. Penggunaan reaksi in vitro antara antigen-antibodi disebut serologi.
Interaksi antara antigen dan antibody dapat menimbulkan berbagai akibat Antara lain presipitasi (bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik), aglutinasi (bila antigen merupakan bahan tidak larut/partikel-partikel kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi komplemen. Kebnayakan interaksi tersebut terjadi oleh adanya interaksi antara antigen multivalent dan antibody yang sedikitnya memilki 2 tempat ikatan per-molekul.
Titer antibody adalah pengenceran tertinggi yang menunjukan aglutinasi atau presipitasi. Untuk menentukan titer antibody, dibuat pengenceran serial serum dan selanjutnya ditambahkan sejumlah antigen yang konstan dan campuran larutan tersebut diinkubasikan dan diperiksa untuk aglutinasi/presipitasi.
Serum dengan kekuatan tertinggi atau tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak menunjukan aglutinasi/presipitasi. Hal itu disebut fenomen prozon disebabkan oleh antibody berlebihan. Crosslinking atau reaksi silang antigen tidak terjadi akibat banyaknya antibody. Seiap antigen dapat diikat satu antibody. Hal yang sama terjadi bila serum sangat diencerkan, juga hanya sedikit atau tidak menunjukan aglutinasi/presipitasi yang disebut fenomena pos-zona. Daiantara fenomen prozon dan pos-zona, setiap molekul antibody bereaksi dengan antigen yang membentuk kompleks basar. Zona ini disebut dengan zona ekuivalen. Kadar antigen dan antibody dalam zona ini merupakan kadar relative molekul-molekul yang dapat membentuk kompleks.

L.     Antibody Monoklonal
Dewasa ini, produksi antibody identic dalam jumlah besar yang tidak terbatas telah dimungkinkan (1975). Bila antigen tertentu dimasukan kedalam sistem imun hewan prcobaan, semua sel B yang mengenal banyak epitope pada antigen akan dirangsang dan memproduksi antibody. Darah yang diambil dari heawan tersebut akan mengandung antibody yang multiple yang akan bereaksi dengan setiap epitope. Serum tersebut disebut poliklonal oleh karena mengandung produk yang berasal dari banyak klon sel B. memurnikan antibody yang diperlukan dari serum tersebut sangatlah sulit.
Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan karenanya identic secara genetic. Antibody monoclonal adalah antibody yang diproduksi oleh sel-sel yang berasal dari satu klon sel. Kloning dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan sel demikian rupa sehingga dalam biakan sel diperoleh sumur yang hanya mengandung satu sel.
Protein myeloma adalah protein/imuoglobulin yang diproduksi neoplasma sel plasma. Tumor ini tumbuh tanpa control dan munoglobulin tersebut ditemukan dalam jumlah besar pada penderita dengan myeloma. Bila sel B tunggal menjadi ganas, semua antibody adalah identic.
Sel plasma yang diambil dari darah tidak akan tumbuh dalam biakan jaringan dan akan mati dalam beberapa hari. Sebaliknya sel myeloma akan tumbuh terus menerus dalam biakan jaringan. Satu sel plasma dan satu sel myeloma dapat difusikan menjadi satu sel yang disebut hibridoma yang mempunyai sifat dari ke-2 sel asalnya dan akan membentuk antibody monoclonal. Dalam antibody monklonal semua molekulnya adalah identic.
Antibody monoclonal merupakan bahan standar yang banyak digunakan dalam labolaturium untuk mengidentifikasi berbagai jenis sel, typing darah dan menegakkan diagnosis berbagai penyakit. Kemajuan sekarang telah memungkinkan untuk memproduksi antibody monoclonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah yang besar untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit.

M.   Teori Seleksi Klon
Teori seleksi klon merupakan teori seleksi dalam pembentukan antibody yang diusulkan burnet. Postulasinya ialah adanya sejumlah besar sel yang memproduksi antibody, dan masing-masing mensitesis antibody yang sudah ditentukan. Setelah sel dipilih oleh antigen paling sesuai, akan berproliferasi dan memproduksi klon sel yang akan terus menerus memproduksi antibody yang sama.
Burnet mengemukakan konsep fobiden clone untuk menerangkan autoimunitas. Sel yang dapat memproduksi antibody terhadap antigen normal sendiri akan forbidden dan akan disingkirkan dalam masa hidup embrional. Selama perkembangan janin, klon yang bereaksi dengan antigen sendiri akan dihancurkan atau ditekan. Aktivasi klon relative yang ditekan oleh pajanan dengan antigen pada usia lebih lanjut, akan menginduksi penyakit autoimun.

N.    Sel B Hibridoma
Sel hybrid diproduksi melalui fusi sel limpa yangmelepas antibody yang diimunisasi terhadap antigen tertentu dengan mutan sel myeloma dari spesies tertentu yang tidak lagi melepas produknya sendiri. Glikopolietilen digunakan untuk fusi tersebut. Sel mutan myeloma merupakan sel immortal yang memproduksi antibody monoclonal terus menerus. Sel mutan myeloma tersebut disebut sel hibridoma.

 Sistem Komplemen
Komplemen merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yang berperan dalam pertahanan pejamu, naik dalam sistem inum nonspesifik maupn sistem imun spesifik. Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi dan kerusakan (lisis) membrane pathogen. Dewasa ini diketahui sekitar 20 jenis protein yang berperan dalam sistem komplemen.
Komplemen merupakan molekul larut sistem imun nonspesifik dalam keadaan tidak aktif yang dapat diaktifkan berbagai bahan seperti LPS bakteri. Komplemen dapat juga berperan dalam sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan kompleks imun. Hasil aktivasi tersebut menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologic aktif dan beberapa diantaranya merupakan merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Produk lainnya berupa protein pengontrol dan beberapa lainnya tidak mempunyai aktivitas enzim. Aktivitas komplemen merupakan usaha tubuh untuk menghancurkan antigen asing, namun sering pula menimbulkan kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri.
Ada 9 komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a dsb). Fragmen yang besar dapat berupa enzim tersendiri dan mengikat serta megaktikan molekul lain. Fragmen tersebut dapat juga berinterksi dengan inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya. Komplemen sangat sensitive terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah bakteri yang sangat sedikit sudah dapat menimbulkan reaksi bruntun yang biasanya menimbulkan respons local.
A.    Mediator Yang Dilepas Komplementer
Sistem komplemen terdiri atas sejumlah protein serum yang tidak tahan panas. Komponen komplemen biasanya ditemukan dalam bentuk precursor inaktif larut yang bila diaktifkan, menghasilkan komponen komplemen yang dapat bekerja sebagai enzim, mengikat beberapa molekul komponen berikutnya dan menimbulkan reaksi beruntun berupa kaskade. Aktivasi komplemen menghasilkan sejumlah molekul efektor yang mempunyai efek biologic dan peran dasar pada:
·         Lisis sel, bakteri dan virus
·         Opsonisasi yang meningkatkan fagositosis partikel antigen
·         Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel sistem imun sehingga memacu fungsi sel spesifik, inflamasi dan sekresi molekul imunoregulatori
·         Menyingkirkan komleks imun dari sirkulasi dan mengendapkannya di limpa dan hati. Contohnya pada penderita LES yang memproduksi sejumlah besar kompleks imun yang menunjukan kerusakan jaringan

B.     Aktivasi Komplemen
Sistem komplemen yang semula diketahui diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan alternative, sekarang diketahui juga dapat terjadi melalui jalur lektin. Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternative dan jalur lektin tidak.
Jalur lektin diawali dengan pengenalan manosa dari karbohidrat membrane pathogen oleh lektin dan jalur alternative diawali oleh pengenalan permukaan se lasing meskipun aktivasi sistem komplemen diawali oleh tiga jalur yang berbeda namun semua jalur berakhir dalam produksi C3b. pada tingkat akhir dari semua jalurdibentuk MAC.
1.)    Aktivitas Komplemen Jalur Klasik
Penggunaan istilah klasik berdasarkan penemuannya yang pertama kali, meskipun aktivasi jalur klasik terjadi sesudah jalur lainnya. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dimulai dengan dibentuknya kompleks antigen-antibodi larut atau dengan ikatan antibody dan antigen pada sasaran yang cocok, seperti sel bakteri. Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C1 yang dicetuskan oleh kompleks imun antibody dan antigen.
IgM yang memiliki lima Fc mudah diikat oleh C1. Meskipun C1 tidak memilki sifat enzim, namun setelah berikatan dengan Fc, dapat mengaktifkan C4 dan C2 yang selanjutnya mengaktifkan C3. IgM dan IgG1, IgG2, IgG3 (IgM lebih kuat dibanding dengan IgG) yang membentuk kompleks imun dengan antigen, dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Jalur klasik melibatkan 9 komplemen protein utama yaitu C1-C9. Selama aktivasi, protein-protein tersebut diaktifkan secara berurutan. Produk yang dihasilkan menjadi katalisator dalam reaksi berikutnya. Jadi stimulus kecil dapat menimbulkan reaksi aktivasi komplemen berurutan. Lipid A dan endotoksin, protease, Kristal urat, polinukliotide, membrane virus tertentu dan CRP dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.
Permukaan pathogen tidak memilki inhibitor komplemen. Setiap sel yang tidak dilindungi oleh inhibitor komplemen akan diserang oleh komplemen. Aktivasi komplemen yang berlebihan tidak diinginkan oleh karena dapat menimbulkan inflasi dan kematian sel yang luas. Untuk mencegah itu diperlukan inhibitor komplemen.

2.)    Aktivasi Komplemen Jalur Alternative
Aktivasi jalur alternative memproduksi produk aktiv seperti halnya dengan jalur klasik, tetapi untuk awal reaksi tidak diperlukan kompleks antigen-antibodi. Jalur alternative tidak terjadi melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1, C4, dan C2). Aktivasi jalur alternative dimulai dengan C3 yang merupakan molekul yang tidak stabil dan terus menerus ada dalam aktivasi spontan drajat rendah dan klinis yang tidak berarti. Aktivasi spontan C3 diduga terjadi pada permukaan sel, meskipun sel normal mengekspresikan inhibitor permukaan yang mencegah aktivasi C3.
Bakteri (endotoksin), jamur, virus, parasite, kontras (pada pemeriksaan radiologi), agregat IgA (IgA1, IgA2), IgG4, dan factor nefritik dapat mengaktivkan komplemen melalui jalur alternative. Protein tertentu dan lipopolisakarida dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik dan alternative.

3.)    Aktivasi Komplemen Jalur Lektin
Lektin adalah protein larut yang mengenal dan mengikat residu manosa dari hidrat arang yang merupakan bagian dinding sel mikroba. Oleh karena itu jalur lektin disebut jalur MBL atau jalur ikatan manna. Lektin adalah golongan family kolektin, yang merupakan protein fase akut dan kadarnya meningkat pada respons inflamasi. Aktivasi jalur lektin diawali oleh terjadinya ikatan antara polisakarida mikroba dengan lektin dalam sirkulasi. Seperti hanya dengan C1q, MBL mengaktifkan kompleks enzim C1r-C1s atau serin esterase yang lain yang disebut mannose binding protein-associated serine-esterase. Sesudah itu, semua tahap jalur lektin adalah sama dengan jalur klasik melalui C4.

C.    Reseptor Komplemen
Aktivasi komplemen jalur alternative dan klasik menghasilkan beberapa fragmen komplemen yang diikat oleh reseptornya yang ditemukan pada berbagai jenis sel. C1qR ditemukan pada makrofag yang mengikat C1q, pada jaringan kolagen dan berperan pada eliminasi antigen. CR2 merupakan bagian dari kompleks ko-reseptor sel B dan ditemukan juga pada sel dendritic folikular yang berfungsi dalam fagositosis kompleks imun di senter germinal dan dalam perkembangan sel memori. CR3 adalah integrin (molekul adhesi) pada fagosit mononuclear, neutrophil dan sel NK yang fungsinya memudahkan fagositosis kompleks imun dan migrasi monosit ke jaringan. CR4 adalah integrin yang memiliki fungsi yang sama dengan CR3 yang terutama diekspresikan pada makrofag jaringan. Efek biologis yang ditimbulkan ole interaksi reseptor dan ligannya tergantung dari sel yang mengekspresikan reseptor tersebut.

D.    Fungsi Biologis Komplemen
1.)    Infalamasi
Sebagai langkah pertama unutuk menhancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan yang rusak, tubuh mengarahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk tubuh atau jaringan yang rusak tersebut.
Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi yaitu:
a.       Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing, mkroorganisme atau jaringan yang rusak
b.      Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel yang memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibody
c.       Fagositosis bergerak ke luar pembuluh darah menuju ke tempat benda asing (diapedesis), mikroorganisme atau jaringan yang rusak. Selanjutnya leukosit, terutama fagosit polimorfonuklear dan monosit dikerahkan dari sirklasi ketempat benda asing, mikroorganisme atau jairngan yang rusak.
Peningkatan permeabilitas vascular yang local terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a, C5a). aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan atau basophil melepas histamine. Histamine yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen, meingkatkan permeabilitas vascular dan kontraksi otot polos dan memberikan jalan untuk migrasi sel-sel leukosit dan keluarnya plasma yang mengandung banyak antibody, opsonin dan komplemen ke jaringan.

2.)    Pengerahan Sel-Kemokin
Kemokin adalah molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit.C3a, C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkan sel-sel fagosit baik mononuclear maupun polimorfonuklear ketempat terjadi infeksi. C5a adalah kemoatraktan untuk neutrophil yang juga merupakan anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi inflamasi.

3.)    Fagositosis-Opsonin
C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin. Opsonin adalah molekul yang dapat diikat di satu pihak oleh partikel (kuman) dan di lain pihak oleh reseptornya pada fagosit sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau sel lain. C3 yang banyak diaktifkan pada aktivasi komplemen merupakan sumber opsonin utama (C3b). Molekul C3b dalam bentuk inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsosnin dalam fagositosis oleh karena fagosit juga leukosit, pembersihan kompleks imun dan peningkatan respons imun humoral. Berbagai fragmen komplemen yang dilepas pada aktivasi jalur alternative dan klasik ikut berperan dalam pertahanan imun. Disamping pengelepasan fragmen proteolitik, aktivasi komplemen baik jalur klasik maupun alternative dapat menimbulkan lisis (MAC) dipermukaan sel bakteri. Memiliki reseptor untuk iC3b.
IgG dapat berfungsi sebagai opsonin, bila berkaitan dengan reseptor Fc pada permukaan fagosit. Oleh karena fagosit tidak memilki reseptor Fc untuk IgM, opsonisasi yang dibantu komplemen merupakan hal yang sangat penting terjadi respons antibody primer yang didominasi IgM yang merupakan activator komplemen poten. CRP juga berfungsi sebagai opsonin.

4.)    Adherens Imun
Adherens imun merupakan fenomena dari partikel antigen yang melekat pada berbagai permukaan (misalnya permukaan pembuluh darah), kemudian dilapisi antibody dan mengaktifka komplemen. Akibatnya antigen akan mudah difagositosis. C3b berfungsi dalam aderens imun tersebut.

5.)    Eliminasi Kompleks Imun
C3a atau iC3b dapat diendapkan dipermukaan kompleks imun dan merangsang eliminasi kompleks imun. Baik sel darah merah dan neutrophil memilki CR1-R dan mengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 ditemukan dalam kompleks imun yang larut. Yang aKhir diikat oleh CR1-R pada sel darah merah. Selanjutnya sel darah merah mengangkut kompleks imun yang diikatnya keorgan-organ yang mengandung banyak fagosit residen (fixed) seperti hati dan limpa. Mealalui reseptor komplemen dan Fc, fagosit residen tersebut menghancurkan komoleks imun dari sel darah merah. Pada proses ini, sel darah merah sendiri tidak dirusak.
Neutrophil dapat menyingkirkan kompleks imun kecil dalam sirkulasi. Bila antigen tidak larut yang diikat antibody dalam darah tidak disingkirkan, akan memacu inflamasi dan dapat menimbulkan penyakit kompleks imun. Kompleks besar tidak larut sulit untuk disingkirkan dari jaringan. Sejumlah besar C3 yang diaktifkan dapat melarutkan kompleks tersebut. Seperti sudah disebut di atas, penderita dengan defisiensi komplemen beresiko tinggi terhadap penyakit yang ditimbulkan kompleks imun seperti LES.

6.)    Lisis Osmotic Bakteri
Aktivasi C3 ( jalur alternative, klasik dan lektin) akan mengaktifkan bagian akhir dari kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang terjadi dipermukaan sel bakteri akan membentuk MAC (gabungan C5, C6, C7, C8, dan C9) dan akhirnya menimbulkan lisis osmotic sel atau bakteri. C5 dan C6 memilki aktivitas enzim yang memungkinkan C7, C8, dan C9 memasuki membrane plasma dari sel sasaran. Sekitar 10-16 molekul C9 menimbulkan lubang-lubang kecil dalam membrane plasma dan mematikan sel. MAC dapat secara langsung menyerang pathogen seperti halnya dengan perforin pada sel NK.

7.)    Neutralisasi Infeksi Virus
Untuk kebanyakan virus ikatan antiodi dalam serum dengan subunit protein struktur virus akan membentuk kompleks imun yang selanjutnya dapat disingkirkan melalui aktivasi komplemen jalur klasik. Beberapa virus (retro, EBV, Newcastle Disease Virus dan rubella) dapat mengaktifkan jalur lektin, bahkan jalur klasik tanpa adanya antibody.
Komplemen berperan dalam neutralisasi virus melalui berbagai mekanisme. Sebagian neutralisasi dapat diperoleh melalui pembentukan agregat virus yang besar dan agregat tersebut dapat menurunkan jumlah akhir partikel virus. Meskipun antibody berperan dalam agregat virus, studi in vitro menunjukan bahwa C3b mempermudah pembentukan agregat misalnya virus polioma yang dilapisi antibody dinetralkan bila serum mengandung C3 yang diaktifkan. Ikatan antibody dan atau komplemen dengan permukaan partikel virus dapat membentuk protein tebal yang melapisi virus sehingga terlihat pada pemeriksaan mikroskop elekton. Hal tersebut dapat mencegah virus menempel dengan sel pejamu yang rentan.
Endapan antibody komplemen pada partikel virus juga memudahkan pertikel virus diikat dengan sel yang memiliki Fc atau reseptor untuk komplemen 1 (CR1). Dalam hal fagosit ikatan tersebut dapat diikuti oleh fagositosis dan pengrusakan intraselular dari partikel virus dalam sel. Akhirnya komplemen efektif untuk melisiskan seluruh atau sebagian virus yang terbungkus dan meninggalkan fragmen dari eventelop dan disinegrasi dari nukleokapsid.

8.)    Aktivitas Sitolik ADCC
Eosinophil dan sel polimorfonuklear mempunyai reseptor untuk C3b dan IgG sehingga C3b dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor ADCC yang kerjanya bergantung pada IgG. Di samping itu, sel dara merah yang diikat C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak (contractual damage). Seperti sudah disebut terdahulu, C8-9 merusak membrane dengan membentuk saluran-saluran dalam membrane sel yang menimbulkan lisis osmotic.

9.)    Imunitas Nonspesifik Dan Spesifik
Makrofag atau neutrophil dapat diaktifkan C5a secara langsung dengan bantuan C3b sebagai opsonin atau oleh toksin bakteri seperti LPS melalui reseptor TCR atau melalui fagositosis. Makrofag yang diaktifkan melepas berbagai mediator larut seperti IL-1, TNF yang meningjatkan respons inflamasi, ekspresi molekl adhesi untuk neutrophil dipermukaan sel endotel, permeabilitas, kemotaksis dan aktifitas sel PMN sendiri. Aktivitas komplemen dan makrofag memberikan gambaran respons selular yang berperan pada inflamasi akut. Sitotoksisitas sel NK yang memiliki reseptor untuk komplemen juga dapat ditingkatkan. Komplemen juga berperan dalam imunitas spesifik oleh karena aktivasi mekrofag meningkatkan jumlah APC yang mempresentasikan antigen ke sel T.

E.     Regulator-Inhibitor Komplemen
Protein dalam serum yang merupakan komponen pada aktivasi komplemen, baik pada jalur klasik maupun alternative dibentuk oleh hati, makrofag, monosit dan sel epitel intestinal. Bahan-bahan tersebut dilepas kedalam serum dalam bentuk tidak aktif.
Pada tahap penglepasan mediator terdapat mekanisme tubuh untuk menetralkan yang disebut regulator, sehingga tidak akan terjadi reaksi yang berlangsung terus menerus yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Sistem enzim yang kompleks ini diatur oleh beberapa penyekat protein yang dapat mencegah aktivasi premature dan aktivitas setiap produk.

Contohnya adalah:
·         Protein kofaktor membrane, reseptor komlemen tipe 1, ikatan protein C4b dan factor H yang mencegah pembentukan konvertase C3
·         DAF yang memacu pengrusakan konvertase C3
·         Inhibitor C1
·         Factor I dan protein kofactor membrane yang mengikat C3b dan C3a atau iC3b C4b
·         CD59 (protektin) yang mencegah pembentukan MAC
·         Inaktivator anafilatoksin

F.     Defisiensi Komplemen
Defisiensi penyekat esterase C1 (C1 INH) menimbulkan aktivasi C4 dan C2 oleh C1 terjadi terus menerus sehingga terjadi lebih banyak fragmen yang kemudian diaktifkan plasmin dan membentuk peptide vasoaktif. Stimulus kecil yang mengaktifkan C1 dapat menimbulkan respons besar yang tidak dapat dikendalikan. Penderita dengan defisiensi C1 INH menunjukan edem diberbagai alat badan seperti kulit, saluran cerna dan napas. Edem berat yang terjadi di larings dan saluran napas dapat menimbulkan kematian.
Defisiensi pada stadium dini jalur lektin dan klasik menimbulkan hipersensitivitas Tipe 3 (kompleks imun) oleh karena kompleks imun tidak dapat dicairkan atau diantarkan ke fagosit dan menimbulkan penyakit seperti LES. Kadar rendah komponen komplemen juga dapat menimbulkan penyakit infeksi bakteri rekuren, sebagian oleh karena sistem imun nonspesifik diperlukan untuk menyingkirkan bakteri atas bantuan peran komplemen (antara lain sebagai opsonin) pada awal antibody diproduksi. Defisiensi MAC merupakan resiko yang lebih tinggi terhadap infeksi neiseria.
Hemoglobinuria paroksismal nocturnal terjadi oleh pengahancuran sel darah merah melalui jalur alternative yang disebabkan oleh karena ada defisiensi DAF pada membrane sel. Fungsi DAF tersebut menghambat aktivasi komplemen melalui jalur alternative dan terjadinya konverase C5. Defisiensi komplemen jarang terjadi dan gejalanya tergantung dari lokasi defek. Efek biologis yang terjaid melalui komplemen dan reseptor ikatan komplemen.

 Reaksi Antigen Dengan Antibody In Vitro
A.    Interaksi Antigen Dan Antibodi
Pengenalan antigen oleh antibodi melibatkan ikatan nonkovalen dan reversibel. Beberapa jenis ikatan kovalen berperan pada ikatan antigen seperti faktor elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hirofobik, dan lainnya. Keuatan ikatan antara satu antibodi dengan dengan epitop disebut afinitas antibodi. Antigen polivalen mempunyai lebih dari satu determinan.
Kekuatan ikatan antibodi dengan epitop antigen secara keseluruhan disebut aviditas. Antigen monovalen atau epitop masing-masing pada permukaan sel akan
berinteraksi dengan masing-masing ikatan tunggal molekul antibodi. Meskipun afinitas interaksi tersebut dapat tinggi, aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila ditemukan banyak determinan yang cukup dekat, pada permukaan sel, satu molekul IgG mengikat 2 epitop (interaksi bivalen dengan 1 molekul IgG) yang menghasilkan aviditas lebih tinggi. IgM mempunyai 10 ikatan antigen identik yang secara teoritis dalam interaksi polivalen dapat mengikat secara simultan 10 determinan dengan aviditas sangat tinggi.
Antibodi merupakan komponen imunitas didapat yang melindungi tubuh terhadap infeksi mikroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh karena itu, interaksi antara antigen dan antibodi sangat penting dan banyak digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Penggunaan reaksi in vitro antara antigen antibodi disebut serologi. Interaksi antigen-antibodi dapat menimbulkan berbagai akibat, antara lain:
1)      Presiptasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan larut dalam caira garam fisiologik
2)      Aglutinasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan tidak larut atau partikel-partikel kecil.
3)      Netralisasi, terutama pada toksin
4)      Aktivasi Komplemen, kebanyakan reaksi tersebur terjadi karena adanya interaksi antar gen multivalent dengan antibody yang sedikitnya mempunyai 2 tempat ikatan per-molekul.

Titer antibodi menunjukkan pengenceran tertnggi yang menunukkan presipitasi atau aglutinasi. Untuk menentukan titer antibodi, dibuat pengenceran serial serumdan selanjutnya ditambahkan sejumlah antigen yang konstan dan campuran larutan tersebut diinkubasikan. Selanjutnya diperiksa untuk aglutinasi/ presipitasi.
Serum dengan kekuatan tinggi atau tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak menunjukkan aglutinasi/presipitasi. Hal itu disebut fenomen prozon akibat adanya antibody berlebihan. Crosslinking antigen tidak terjadi oleh karena akibat banyaknya antibodi, setiap antigen dapat diikat satu antibodi.
Hal yang sama terjadi bila serum sangat diencerkan, juga hanya sedikit atau tidak menunjukkan aglutinasi/presipitasi yang disebut fenomen post zone. Di antara fenomen prozon dan post zone, setiap molekul antibodi bereaksi dengan antigen yang membentuk kompleks besar. Zona ini disebut zona ekuivalen. Kadar antigen dan antibodi dalam zona ini tidak sama, tetapi merupakan kadar relatif molekul-molekul yang dapat membentuk kompleks.

Reaksi Kekebalan
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Sistem kekebalan tubuh dirancang untuk pertahanan tubuh melawan benda asing atau zat-zat kimia berbahaya yang menyerang. Beberapa zat-zat termasuk mikroorganisme (biasanya disebut kuman, seperti bakteri, virus, dan jamur), parasit (seperti cacing), sel kanker, dan bahkan organ dan jaringan yang ditransplantasi. Zat-zat yang merangsang reaksi kekebalan di dalam tubuh disebut antigen. Antigen bisa juga ada dengan sendirinya-misal, sebagai polen atau molekul makanan. Reaksi kekebalan normal terdiri dari mengenali antigen benda asing, mengerahkan kekuatan untuk bertahan melawan benda asing itu, dan menyerangnya.
Gangguan pada sistem kekebalan terjadi:
1)      Ketika tubuh menghasilkan reaksi kekebalan melawan dirinya sendiri (gangguan autoimun)
2)      Ketika tubuh tidak dapat menghasilkan reaksi kekebalan yang tepat melawan serangan mikroorganisme (gangguan immunodefisiensi)
3)      Ketika reaksi kekebalan normal terhadap antigen benda asing merusak jaringan-jaringan normal (reaksi alergi).

A.    Fungsi Sistem Imun
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:
1)      Pertahanan Tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahanan ini mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan baik, maka orang akan mudah terkena sakit.
2)      Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari komponen tubuh.
3)      Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk memantau ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda tersebut akan membinasakannya.

B. Macam-macam Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu kekebalan tubuh tidak spesifik dan kekebalan tubuh spesifik.
·         Sistem Kekebalan Tubuh Non Spesifik
Kekebalan tubuh nonspesifik merupakan sistem kekebalan terhadap berbagai jenis benda asing yang membahayakan secara tidak selektif. Sistem kekebalan nonspesifik akan menyerang dan menghancurkan semua benda asing yang masuk ke dalam tubuh tanpa menyeleksi satu benda asing tertentu. Sistem kekebalan ini memiliki reaksi yang aman terhadap semua jenis benda asing dan tidak memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya.
ü  Proses Pertahanan Tubuh Non Spesifik Tahap Pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut. Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva) mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel kemudian pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.

ü  Proses Pertahanan Tubuh Non Spesifik Tahap Ke Dua
Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil, acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia (kemokinesis dan kemotaksis).
Karena sifatnya fagosit, sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain: paru-paru (alveolar macrophage), hati (sel-sel Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel–sel microgial), jaringan penghubung (histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar.
Sel ini akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
Sistem kekebalan tubuh nonspesifik terdiri atas berbagai macam komponen yang akan berekasi dalam menahan dan menagkal benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Komponen-komponen tersebut antara lain rintangan mekanisme, rintangan kimiawi, sel darah putih, protein komplemen, interferon demam dan radang.
a.       Rintangan Mekanisme
Rintangan mekanisme merupakan baris pertahanan tubuh yang pertama. Rintangan ini umumnya terletak di bagian permukaan tubuh. Tujuan utama dari rintangan ini adalah untuk mencegah benda asing masuk ke dalam tubuh. Rintangan mekanisme terdiri atas kulit, selaput lendir dan rambut-rambut halus.

b.      Rintangan Kimiawi
Rintangan kimiawi umumnya berupa hasil sekresi dari kelenjar yang ada dalam tubuh atau berupa mikroorganisme yang ada di permukaan tubuh.



c.       Sel Darah Putih
Sel darah putih merupakan garis pertahanan tubuh yang kedua. Apabila benda asing berhasil melewati baris pertahanan pertama dan masuk ke dalam tubuh, maka sel darah putih akan mengalami tindakan untuk mencegah benda asing masuk lebih jauh lagi ke dalam tubuh. Sel darah putih akan menghancur setiap benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cara memakannya. Proses tersebut dengan fagositosis.

d.      Protein Komplemen
Protein komplemen merupakan protein darah yang bertindak sebagai pembantu sistem pertahanan kedua, dalam hal ini membantu sel darah putih. Protein komplemen membantu sistem kekebalan tubuh dengan berbagai cara antara lain sebagai berikut:
ü  Menghasilkan opsonin, kemotoksin dan kinin.
ü  Berperan dalam proses menghancurkan membran sel mikroorganisme yang menyerang tubuh.
ü  Menstimulasi sel darah putih agar menjadi lebih aktif.

e.       Interferon
Ketika tubuh kita terserang virus, maka beberapa sel di dalam tubuh akan mengsekresi sekumpulan protein yang disebut interferon. Interferon akan bertindak sebagai antivirus dan bereaksi dengan sel yang belum yang terinfeksi oleh virus. Interveron juga ada dapat merangsang linfosit tertentu untuk menghancurkan dan menumbuh sel-sel yang telah terinfeksi virus.

f.       Demam dan radang
Demam merupakan suatu keadaan di mana suhu tubuh melebihi suhu tubuh melebihi susu normal. Sedangkan radang merupakan respon atau tanggapan terhadap kerusakan sel-sel tubuh akibat infeksi bakteri, virus, zat kimia, atau benturan dengan gejala berupa rasa sakit, panas dan bengkak.

·         Sistem Kekebalan Tubuh Spesifik
Kekebalan tubuh sepesifik merupakan sistem kekebalan terhadap berbagai jenis benda asing yang membahayakan secara selektif. Sistem kekebalan spesifik akan menyerang dan menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan menyeleksi satu benda asing tertentu. Sistem kekalahan ini memiliki reaksi yang tidak sama terhadap semua jenis benda asing dan memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya.
Sistem kekebalan tubuh spesifik melibatkan membantu sel-sel tertentu dan zat kimia yang disebut antibody. Sisiem kekebalan spesifik merupakan baris pertahanan tubuh yang ketiga yang melibatkan antigen, heptan dan anti bodi.
a.      Antigen
Antigen adalah zat kimia asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat merangsang terbentuknya antibody. Antigen memiliki struktur tiga dimensi dengan dua atau lebih determinant site. Determinant site merupakan bagian dari antigen yang dapat melekat pada bagian sisi pengikatan dari antibody.

b.      Heptan
Suatu determinan set (sisi penentu) pada antigen dapat lepas Karena suatu hal. Derteminan set yang lepas tersebut dikenal dengan nama heptan.

c.       Antibody
Antibody merupakan zat kimia yang dapat mengidentifikasi antigen. Antibody disebut juga imunoglobin. Imunogobin umumnya terdapat pada permukaan sel limfosit B. Limfosit diproduksi di dalam sumsum tulang dan terdiri atas dua jenis, yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B dibentuk dan tumbuh di dalam sumsum tulang belakang limfosit T di bentuk di dan sumsum tulang kemudian tumbuh dan berkembang di dalam kelenjar timus yang terletak di bawah tulang dada di atas jantung.

  Hipersensitivitas
Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh, berfungsi protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang disebut dengan reaksi hipersensitivitas. Komponen-komponen sistem imun yang bekerja pada proteksi adalah sama dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang heterogen. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.

A.    Pembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Gell Dan Combs
1.)    Hipersensitivitas Tipe  I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 yng berasal dari alol (Yunani) yang berarti perubahan dari asalnya yang dewasa. Ini diartikan sebagai perubahan reaktivitas organisma. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidak nyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.
Pada reaksi tipe I, allergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respons imun berupa produksi IgE dan penykit alergi seperti rintis alergi, asma dan dermatitis atopi. Urutan kejadian reaksi Tipe I sebagai berikut:
·         Fase Sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast/basophil.

·         Fase Aktivasi, yaitu waktu yang dibutuhkan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basophil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang Antara antigen dan IgE.

·         Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basophil dengan aktivitas farmakologik

2.)    Hipersensitivitas Tipe II atau Sitotoksik atau Sitolitik
Hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibody dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membrane sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolism sel dilibatkan.
Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik. Antibody tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi Tipe II dapat menunjukan berbagai manifestasi klinik.
Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
·         Reaksi Transfuse (sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membrane SDM disandi oleh berbagai gen)

·         Anemia Hemolitik (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah),

·         Penyakit Hemolitik Bayi Baru Lahir (ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negative dan janin dengan Rhesus positif.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan.

3.)    Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.
Reaksi Tipe III mempunyai 2 bentuk reaksi:
·         Reaksi Local atau Fenomena Arthus
Arthus yang menyuntikan serum kuda ke dalam kelinci intradermal berulang kali ditempat yang sama menemukan reaksi yang makin menghebat ditempat suntikan. Mula-mula hanya terjadi eritem ringa dan edem dalam 2-4 jam sesudah suntikan. Reaksi tersebut menghilang keesokan harinya. Suntikan kemudian menimbulkan edem yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan pendarahan dan nekrosis yang sulit sembuh. Hal tersebut disebut fenomena Arthus yang merupakab bentuk reaksi dari imun kompleks imun. Antibody yang ditemukan adalah jenis presipitin.

·         Sistemik-Serum Sickness
Antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam sirkulasi darah dapat membentuk kompleks imun. Bila antigen jauh berlebihan dibanding antibody, kompleks yang dibentuk adalah lebih kecil yang tidak mudah untuk dibersihkan fagosit sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringam Tipe III di berbagai tempat.

4.)    Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
A.    Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil.

B.     Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).
·         Delayed type hypersensitivity tipe iv
Reaksi tipe iv merupakan hiper sensitivitas granulomatosis. Biasanya terjadi terhadp bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit. Pada beberapa fase pada respon tipe iv yang dimulai dengan pase sensitasi yang membutuhkan1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Dalam fase itu, Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II.





Rekasi khas DTH seperti respon imun linnya mempunyai 2 fase yang dibedakan yaitu fase sensitasi dan fase efektor.
·         Sitokin yang berperan pada DTH
·         Manifestasi klinis reaksi tipe iv
a.       Dermatitis kontak
b.      Hipersensitivitas tuberculin
c.       Reaksi junes mote
d.      T Cell mediated cytolysys (penyakit CD8+)

B.     Pembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Waktu Timbulnya Reaksi
1.)    Reaksi Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local.

2.)    Reaksi Intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan mengilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa:
·         Reaksi transfuse darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun.
·         Reaksi arthus local dan sistemik seperti serum sickness, vasculitis nekrotis, glomerulonephritis, artritis rheumatoid, dan LES
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK.

3.)    Reaksi Lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DHT, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M, TBC dan reaksi penolakan tandur.








PENUTUP
BAB III


3.1  Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

3.2  Saran
Agar dalam penyusunan makalah ini bisa memberikan manfaat yang besar maka penulis menyarankan kepada pembaca untuk:
·         Menjaga pola hidup yang sehat agar tidak mudah terserang penyakit
·         Memperhatikan setiap makanan yang akan dikonsumsi
Memelihara lingkungan yang bersih dan sehat



Tidak ada komentar:

Posting Komentar